PENDUDUK ASLI AMERIKA
 Penduduk Asli dan Para Pendatang
            Sebelum  kedatangan bangsa kulit putih, telah banyak suku-suku bangsa dari Asia  bagian Utara yang mengeksplorasi dan menetap di berbagai wilayah  Amerika, dan menurut dugaan para arkeolog hal tersebut terjadi sejak 10  ribu hingga 50 ribu tahun yang lalu. Kebanyakan dari mereka menempuh  perjalanan melalui sebuah rute dari Siberia ke Alaska, menyeberangi  sebuah selat yang sangat terkenal yaitu Selat Bering. Hingga abad ke 15  keturunan mereka telah menyebar luas di kedua wilayah tersebut.
            Ketika  Christopher Columbus berlabuh di kepulauan Bahama, Amerika Utara pada  saat itu telah menjadi tempat tinggal bagi setidaknya 10 juta jiwa.  Laksamana dari Spanyol ini rupanya kelewat yakin bahwa ia telah  menemukan jalur baru ke wilayah Asia yang selama ini dicari oleh para  pelaut Eropa, sehingga dengan percaya diri menyebut penduduk asli yang  ditemuinya dengan ”Indian”. Padahal saat itu penduduk asli Amerika  tersebut telah berkembang dan terbagi dalam 300 suku bangsa dan  menggunakan kurang lebih 200 ragam bahasa yang berbeda. Di bagian Utara,  wilayah tinggal mereka terkonsentrasi di sepanjang pesisir yang  sekarang di kenal sebagai California, dengan rasio penduduk 14 jiwa per  50 mil persegi, sementara rasio penduduk asli Amerika yang tinggal di  Mississippi adalah 9 jiwa per 50 mil persegi.
            Sebagaimana  komunitas lain di muka bumi ini, kebudayaan Indian tidak bersifat  statis. Hingga tahun 1492 di wilayah Amerika Utara banyak ditemukan  jejak-jejak kebangkitan dan keruntuhan dari berbagai suku Indian. Para  arkheolog telah berhasil mengumpulkan sisa peninggalan suku Indian,  berupa pecahan gerabah dan sisa-sisa tenda,  dalam  wilayah sebaran yang luas, dari mulai Canada hingga Florida, juga di  wilayah antara Pantai Barat Atlantik hingga California. Peninggalan lain  yang masih dapat dijumpai diantaranya adalah pondasi kuil pemujaan yang  dibangun di Ohio dan lembah sungai Mississippi, dimana di tempat yang  sama juga ditemukan banyak peralatan rumah tangga dari gerabah, tembaga  dan kulit kerang. Beberapa situs pemakaman, ditengarai sebagai  peninggalan suku Indian yang bermata pencaharian sebagai petani yang  diperkirakan mulai berkembang sekitar 3000 tahun yang lalu. Pada  penggalian di situs Cahokia, Illinois dekat wilayah St. Louis Timur,  dijumpai reruntuhan kota yang sangat mungkin dibangun pada jaman  Prasejarah, yang mampu menampung sekitar 40 ribu hingga 50 ribu jiwa. Di  situs yang lain yaitu di sepanjang lembah dan ngarai di Colorado  sebelah Selatan dan New Mexico sebelah Utara, orang-orang masih bisa  mengunjungi tempat tinggal model apartemen yang diperkirakan merupakan  peninggalan dari manusia awal Columbia. Tempat tinggal tersebut terdiri  dari empat hingga lima lantai, terbuat dari batu dengan teras yang  dibangun dengan tingkat keahlian rancang bangun yang luar biasa.  Peninggalan tersebut diyakini adalah persembahan bagi Anasazi, dan  masyarakatnya dikenal sebagai penganutnya yang sangat taat, sebelum  masuknya pengaruh bangsa kulit putih. Beberapa peninggalan yang tersisa  benar-benar punah dipenghujung abad ke 15, sisanya melebur dengan  akar-akar budaya yang lebih besar.   
            Para  penjelajah Barat tersebut juga mendapatkan fakta yang tidak pernah  mereka duga sebelumnya, bahwa benua baru itu ternyata telah dihuni oleh  bangsa Indian dari bermacam suku dan bahasa. Kenyataan lain yang cukup  mengesankan mereka adalah bahwa mereka hidup dalam masyarakat yang  merdeka berdaulat dan dapat memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri.  Kondisi seperti itu mereka jumpai misalnya, di bagian Timur Laut  Amerika, saat bangsa kulit putih tiba di sana, telah ada perserikatan  politik yang permanen yang didirikan oleh lima orang suku Iroquoian.  Perserikatan tersebut yang kemudian dikenal sebagai ”Great League”,  dibentuk pada akhir abad ke 15 oleh dua orang tokoh yang legendaris,  Hiawatha dan Deganawidah, dan sangat berdaulat sehingga pemerintah  Kerajaan Inggris  dan Perancis  dipaksa bernegoisasi dengan mereka dalam kedudukan yang sejajar. Di  wilayah Tenggara, Bangsa kulit putih berhasil mengikat salah satu suku  India Muskogean dalam sebuah perjanjian yang di kenal sebagai  ”Konfederasi Creek”. Di Louisiana bangsa kulit putih mereka berhasil  menemui penguasa terakhir suku Natchez, yang memerintah rakyatnya dalam  suasana monarkhi-absolut. Di Virginia bangsa kulit putih mendapati  kenyataan bahwa ada sekitar dua ratus desa yang terdiri atas tiga puluh  suku India yang berlainan, dapat bersatu di bawah Konfederasi Powhatan.  Bahkan di California, bangsa kulit putih menyaksikan bahwa banyak  suku-suku yang lebih kecil yang berbicara dalam berbagai bahasa yang  berbeda, hidup dalam suasana yang merdeka. 
            Pasca penemuan benua Amerika oleh Columbus melalui  pendaratannya  disana, benua ini memang makin dikenal luas dikalangan pelaut Eropa. Di  sisi lain, terdapat kenyataan bahwa, beberapa ilmuwan meyakini bahwa  sebelum keberadaan suku Indian teridentifikasi sebagai penduduk asli,  daratan ini telah disinggahi oleh para penjelajah dari Asia. Peninggalan  tertulis terungkap dari catatan perjalanan lima orang pendeta Buddha  yang mengikuti pelayaran dari China pada tahun 458 Masehi. Catatan lain  yang berasal dari bangsa Jepang, yang mengisahkan pendaratan mereka di  Mexico dan Guatemala dibawah perintah Kaisar Fu-Sang. Bukti lain yang  sangat meyakinkan adalah adanya laporan dari para pelaut Viking yang  menyatakan bahwa mereka melakukan kontak dagang dan kontak fisik  (pertempuran) dengan penduduk asli di wilayah Greenland, Labrador, dan  Nova Scotia.
            Kedatangan  bangsa kulit putih di Amerika telah diramalkan sebelumnya oleh hampir  seluruh suku Indian, baik melalui kisah fabel maupun sage. Misalnya,  kisah tentang Hiu Putih yang meramalkan tentang kedatangan orang asing  dari ras kulit putih yang akan merampas kekuasaan bangsa kulit merah  (Indian), maupun kisah dan ramalan akan kedatangan bangsa kulit putih  yang akan menguasai tanah bahkan memperbudak mereka. Kontak suku-suku  Indian dengan bangsa kulit putih tidak terjadi secara serentak diseluruh  kawasan, misalnya suku Indian Hopi di Arizona dan suku Hurons di Canada  Timur mengawali kontak mereka dengan bangsa kulit putih pada awal  1540-an, sementara suku Indian Sioux di dataran Dakota baru mengenal  bangsa asing ini 150 tahun kemudian, atau bahkan suku Indian Wintu di  California Utara baru merasakan penderitaan akibat ekspansi kulit putih  seperempat abad kemudian.
Kebudayaan Indian
Sebelum  orang-orang kulit putih dari Eropa menjajah sampai ke benua Amerika,  sebenarnya di sana sudah ada kebudayaan-kebudayaan yang disebut  Amerindia atau kebudayaan pra-Colombus. Disebut begitu, sebab sebelum  Colombus menemukan Amerika Latin, di Amerika telah ada kebudayaan  penduduk asli. Disebut juga kebudayaan Amerindia, dimaksudkan untuk  membedakannya dengan kebudayaan India yang ada di Asia. Berdasarkan  pengkajian sejarah, ada gejala-gejala yang menunjukkan bahwa asal dan  akar kebudayaan bangsa Indian di benua Amerika seperti ada hubungan  dengan benua Asia. Menurut perkiraan para arkeolog, pada zaman batu  telah terjadi migrasi bangsa Asia timur laut ke benua Amerika. 
Para  ahli sejarah kemudian mencoba mengelompokkan kebudayaan Amerika menjadi  empat masa. Pertama, masa kejayaan pribumi asli antara 500 SM - abad  ke-16 Masehi. Kedua, masa kolonial antara abad ke-16 s.d. abad ke-19.  Ketiga, tahap nasional baru yang berlangsung antara abad ke-19 s.d.  1930. Keempat, masa peradaban Amerika modern sejak 1930. 
Pada  masa kejayaan pribumi asli, di benua Amerika tengah (Meksiko, Guatemala  dan Honduras) telah berkembang beberapa kebudayaan suku bangsa Indian.  Antara 500 SM - 800 Masehi berkembang kebudayaan suku bangsa Indian  Maya. Menyusul antara 800 - 1200 kebudayaan Indian Toltek, Indian Aztek  (1200 - 1519) dan di Peru kebudayaan suku bangsa Indian Inka (1100 -  1500). 
Pada  masa kejayaan peradaban Maya, seni pahat atau patung dan keramik  memiliki kedudukan yang amat penting, selain arsitektur. Hubungan antara  seni pahat dengan arsitektur begitu erat. Sehingga beberapa wujud  bangunan arsitektur kesannya seperti pahatan-pahatan raksasa. Pada saat  itu, bahan bangunan terpenting adalah batu. Kemahiran memecah dan  mengukir batu-batu besar sungguh luar biasa. Balok-balok batu yang besar  disusun dengan rapi dan diperkuat dengan jangka-jangka dari logam tak  berkarat. Pada masa itu, selain konstruksi balok susun dan tiang kubah,  telah dikenal pula konstruksi lengkung. Kemudian telah dilakukan juga  teknik pembuatan bangunan tembok-tembok batu dengan teknik sambungan  vertikal yang lurus, bukan dengan teknik penumpukan mendatar. 
Salah  satu monumen dari kebudayaan Maya adalah sisa-sisa bangunan yang ada di  Labna, Yucatan. Peradaban Maya di daerah Honduras dan Guatemala adalah  pemuja Dewa Matahari, sehingga mereka membangun bangunan-bangunan untuk  upacara keagamaan di bukit-bukit dalam bentuk piramida-piramida tangga.  Salah satu peninggalannya adalah piramida untuk memuja Dewa Matahari di  San Juan Teotihuakan. Piramida yang dibangun pada 800 Masehi ini  memiliki tinggi 66 meter dan sisi alas bangunannya 210 meter. 
Setelah  kebudayaan Maya menyurut, berkembanglah kebudayaan suku bangsa Indian  Toltek antara 800 - 1200. Sebagian dari ahli-ahli purbakala  menggolongkan suku bangsa ini sebagai penerus peradaban Maya. Ketika  kebudayaan India Toltek berkembang, suku bangsa ini telah mampu  membangun kota-kota yang megah. Bangunan-bangunannya yang dibuat dari  bahan batu, terlihat hampir tidak berjendela, tetapi penuh dengan  ukiran. Bangunan peninggalan suku bangsa Toltek yang terlihat masih utuh  adalah arena permainan bola di Kopan dan bangunan observatori untuk  mengamati bintang-bintang di angkasa terdapat di Chichen Itza, yang  diperkirakan dibangunan pada 1200. 
Kemudian  pada 1200-1519 berkembanglah kebudayaan suku bangsa Indian-Aztek. Suku  Aztek juga memuja Dewa Matahari sebagai dewa tertinggi. Para masa ini  berkembang suatu upacara yang mengorbankan manusia hidup-hidup sebagai  persembahan kepada dewa.  Sisa-sisa bangunan bekas tempat upacara tersebut bernama Istana Maut,  dibangun pada 1100 di Milta. Bangunan itu terdiri dari pintu gerbang dan  juga merupakan monolit-monolit. 
Pusat  kebudayaan Aztek terletak di danau Texcoco dengan Ibu kota  Tenochtitlan. Saat bangsa Spanyol mereka kota ini dan menancapkan kuku  kolonialismenya, keadaan kota ini jauh lebih hebat dari dari kota-kota  di Eropa pada masanya. Sekarang Kota Tenochitlan disebut Mexico City.  Setelah kebudayaan Aztec menyurut, di kawasan Peru kemudian berkembang  perabahan Inka. Kebudayaan bangsa Inka berkembang antara 1100-1500,  ibukotanya Inka adalah Cuaco, kotanya dibangun dengan megah. Tetapi  pendatang-pendatnag dari Spanyol yang menancapkan kuku kolonialismenya  pada pertengahan abad ke-16, telah memusnahkan pusat kota peradaban Inka  tersebut. Kota tua lain yang terkenal pada masa kebudayaan Inka adalah  Kota Socsahuaman yang dilengkapi benteng pertahanan tiga lapis dan  dilengkapi menara. 
Selain  itu, kota tua yang dibangun di atas puncak Gunung Machu Picchu pada  ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut, merupakan kota tua yang  konsepsi kemudian mengilhami pengembangan teori-teori baru dalam  arsitektur pada abad ke-19. Teori baru ini dikenal dengan The Charter of  Machu Picchu, yang menekankan agar arsitektur dibangun lebih teratur,  lebih mementingkan manusia dan memperhatikan alam maupun lingkungan  hidup. 
Pada  masanya, teknik bangunan batu yang dikembangkan suku bangsa Inka sudah  sangat tinggi. Selain menggunakan batu-batu persegi, mereka juga  mengembangkan teknik bangunan batu poligonal (segi banyak) atau bangunan  batu lebih dari empat sudut. 
Kehebatan peradaban kebudayaan bangsa Indian di Amerika tengah ini, tidak hanya dalam  wujud bangunan-bangunan batu, kubu-kubu pertahanan dan kota di puncak  bukit yang sangat tinggi, tetapi juga dalam bentuk jembatan gantung  12.000 km (7000 mil) di atas sungai. Ada juga gambar-gambar di atas  bukit dan lembah yang panjangnya ribuan kilometer, yang hanya bisa  dilihat dari udara. Para ahli menduga, gambar ini merupakan tanda-tanda  khusus untuk penerbangan luar angkasa. Tetapi beberapa tahun silam ada  peneliti yang mengungkapkan dalam siaran televisi ilmu pengetahuan,  bahwa gambar-gambar ini berkaitan dengan ''Jam Matahari'' untuk membantu  aktivitas pertanian. Dengan menancapkan tongkat-tongkat kayu pada titik  tertentu, suku bangsa ini akan tahu kapan musim tanam tiba, yaitu  dengan melihat jatuhnya bayangan tongkat pada siang hari dan rasi  bintang pada malam hari.
Dua Kekuatan Saling Berhadapan
            Pada  tahun 1006 seorang kapten kapal Thorvald, yang bernama Eric the Red,  beserta sejumlah ABK nya berlabuh di sebuah tempat di Nova Scotia.  Secara sepihak mereka menyebut penduduk asli yang mereka jumpai sebagai  kelompok barbarian yang liar, bahkan dengan membabi buta mereka  membantai enam orang diantaranya. Hampir lima abad setelah itu, pada  sebuah hari Jum’at tanggal 12 Oktober  1492,  Columbus dan pasukannya yang bersenjata lengkap, mendarat di kepulauan  Bahama, yang kemudian mereka namai San Salvador, di tempat itulah mereka  berjumpa dengan penduduk lokal, yaitu Indian Taino. Pertemuan itu  begitu berkesan, hingga Columbus menuliskan dalam jurnalnya, ”Mereka  begitu yakin, bahwa kami berasal dari kerajaan Langit, dan kedatangan  kami disambut penuh hormat dimanapun kami berkunjung”. Namun demikian  tidak banyak yang tahu bahwa, suku Indian Taino mulai kehilangan rasa  hormat mereka kepada Columbus, saat kapten Spanyol itu mengambil paksa  sepuluh buah tenda suku mereka untuk dijadikan cinderamata, untuk  ditunjukkan kepada Raja Ferdinand dan Ratu Isabella dari Spanyol. Dua  tahun kemudian Columbus juga mengapalkan lima ratus orang asli Indian  Barat sebagai budak, dan hampir semuanya mati karena wabah yang ganas.  Sejak saat itu Spanyol mempunyai komoditas baru dalam niaganya yaitu  perdagangan budak, yang kemudian menyebabkan punahnya suku asli Indian  dari kepulauan Karibia. 
            Dalam  pandangan bangsa Spanyol, suku Indian sangat potensial bagi usaha  mereka menyebarkan agama Katholik dan sekaligus mencari budak untuk  dipekerjakan di tambang perak mereka di Mexico dan wilayah Barat Daya  serta perkebunan mereka di Karibia. Perjuangan berat mereka untuk  mendapatkan harta dan kekuasaan (Gold-Glory) membawa para penakluk ini  pada konsekuensi, diperolehnya hak atas kepemilikan properti sebagai  wilayah koloni. Kenyataannya Spanyol tidak pernah tinggal dalam jumlah  komunitas yang cukup besar di tempat tersebut. Sejarah mencatat  perjalanan eksplorasi Amerika Utara yang dilakukan oleh Hernando de Soto  (1539-1542) dan juga perjalanan Fransisco Coronado (1540-1542), diikuti  oleh keberhasilan St. Augustine pada th. 1565 yang memantapkan klaim  Spanyol atas Semenanjung Florida, serta pengukuhan wilayah Santa Fe pada  th.1609 sebagai ibukota bagi wilayah Barat Daya.  Dengan  dikuasainya beberapa wilayah tersebut, kekuasaan Spanyol terbentang  sepanjang pantai Pasific dimulai dari pulau Vancouver hingga ke ujung  Amerika Selatan, dan wilayah  Timur  pedalaman yang meliputi sepanjang sungai Mississippi hingga berbatasan  dengan Semenanjung Florida, dan Spanyol sangat berharap akan keuntungan  secara material dan kekuasaan dengan penguasaan ini.
            Penjelajah  Perancis mempunyai cara yang agak berbeda dengan penjelajah Eropa lain.  Perancis selalu membuat jaringan dengan para kepala-kepala suku maupun  pemimpin wilayah yang mereka kunjungi dalam tiap penjelajahannya di  wilayah-wilayah pedalaman. Penjelajah Perancis yang pertama kali  mendatangi Dunia Baru ini adalah Jaques Cartier yang melayari sungai St.  Lawrence pada tahun 1534 yang mendapat sambutan hangat dari suku Indian  Huron. Bila dibandingkan dengan pendatang Eropa lain, bangsa Perancis  di mata suku Indian adalah pendatang paling bersahabat.  Sebagai ilustrasi, Spanyol akan menjatuhkan sanksi bagi warganya yang terbukti berhubungan dengan wanita setempat, karena  bangsa  Spanyol beranggapan suku Indian adalah bangsa penyembah beerhala dan  terbelakang. Di sisi yang lain Perancis malah dengan sangat antusias  menyerap kebudayaan Indian, dari mulai tradisi, pengetahuan, kesenian,  bahasa, bahkan melakukan perkawinan silang. Sikap inilah yang  menyebabkan orang Perancis lebih mudah menjelajah pedalam Amerika dalam  upaya mereka untuk menguasai perdagangan buku. Penjelajahan Perancis  mencapai puncak kejayaannya pada pelayaran Sieur de La Salle’s yang tiba  Teluk Mexico pada 1682. Bila diakumulasikan, maka wilayah jajahan  Perancis membentang mulai sebelah Barat Pegunungan Appalachian hingga  sungai Mississippi, sebelah Selatan mulai Canada hingga Teluk Mexico.  Kolonial Perancis juga berhasil mendirikan dua kota besar yaitu Quebec  (1608) dan Montreal (1642). Kelemahan Perancis adalah, mereka lebih  fokus pada perniagaan dan membangun jaringan dagang daripada membangun  pemerintahan yang kuat dan berdaulat.
            Pemukim  pertama di daerah New England, Amerika timur-laut, mulai tiba dalam  tahun 1620. Mereka ingin hidup berdampingan secara damai dengan penduduk  Indian pribumi Amerika. Mereka perlu saling berdagang untuk memperoleh  makanan. Pemukim itu juga menyadari bahwa perang akan berakibat  kekalahan cepat, karena jumlah mereka hanya sedikit. Namun, berbagai  masalah segera timbul. Barangkali yang paling serius adalah cara  berpikir yang berbeda mengenai tanah antara Indian Amerika dan pendatang  baru Eropa. Perbedaan itu menciptakan berbagai masalah yang tidak  terpecahkan dalam kurun beberapa ratus tahun mendatang. 
Tanah  bagi pendatang Eropa sangat penting. Di Inggris, dan di kebanyakan  negara lain, tanah berarti kekayaan. Memiliki tanah yang luas berarti  seseorang memiliki kekayaan yang sangat besar dan memiliki pengaruh  politik yang besar pula. Banyak dari pemukim di benua baru itu di Eropa  mungkin tidak pernah memiliki tanah. Mereka terlalu miskin. Dan mereka  termasuk golongan pemeluk agama yang minoritas. Ketika mereka tiba di  benua baru Amerika, mereka mendapati bahwa tampaknya tidak seorangpun  memiliki tanah yang luas. 
Perusahaan-perusahaan  di Inggris perlu menemukan orang yang bersedia untuk bermukim di benua  baru. Karena itu mereka menawarkan tanah kepada siapapun yang mau  melintasi Lautan Atlantik untuk mengadu untung. Bagi banyak orang,  kesempatan itu merupakan impian yang menjadi kenyataan. Kesempatan itu  merupakan cara untuk meemperbaiki taraf hidup. Tanah memberikan mereka  kesempatan untuk menjadi kaya dan berpengaruh. Suku Indian berkeyakinan  bahwa tidak seorangpun dapat memiliki tanah. Namun mereka berpendapat  bahwa siapapun dapat menggunakan tanah. Siapapun yang ingin tinggal di  suatu tempat dan bercocok tanam di sebidang tanah dapat berbuat  demikian. 
Suku  Indian hidup bersama alam. Mereka dapat hidup layak tanpa harus bekerja  keras. Mereka dapat berbuat demikian karena mereka memahami tanah dan  lingkungannya. Mereka tidak ingin berusaha mengubah tanah. Mereka  mungkin akan hidup di suatu daerah untuk beberapa tahun, kemudian  pindah. Mereka membolehkan tanah yang pernah mereka tempati dibiarkan  ditumbuhi tanam-tanaman lagi. Mereka barangkali akan berburu di suatu  tempat selama beberapa saat, tetapi mereka akan pindah lagi. Mereka  berburu hewan hanya sebanyak cukup untuk mereka makan, sehingga jumlah  hewan buruan akan terus bertambah. Mereka memahami alam dan berusaha  supaya alam dapat menghidupi mereka. 
Orang  Eropa yang pertama bermukim di New England, Amerika timur-laut hanya  sedikit jumlahnya. Mereka memerlukan tanah. Suku Indian tidak khawatir  atas kedatangan mereka. Cukup lahan tanah bagi setiap orang untuk  bercocok-tanam. Mudahlan untuk hidup bersama. Suku Indian membantu  pendatang itu dengan mengajar mereka bagaimana menanaman tanaman  pertanian dan hidup di tanah itu. Tetapi orang Indian tidak mengerti  mengapa pendatang Eropa ingin tetap memiliki tanah. Gagasan itu asing  bagi orang Indian. Ide itu sama saja seperti keinginan untuk memiliki  udara dan awan. Waktu berjalan, semakin banyak pendatang baru untuk  bermukim dan tinggal menetap, dan mengambil lebih banyak tanah. Mereka  menebang pohon untuk membangun pagar guna melindungi diri dari serangan  orang dan hewan. Mereka menuntut agar orang Indian tinggal di luar tanah  mereka. 
Agama  juga menjadi masalah yang timbul antara para pemukim baru dan penduduk  pribumi Indian. Pemukim di New England sangat khusuk menganut agama  mereka, agama Kristen. Mereka berpendapat bahwa agama Kristen merupakan  kepercayaan yang sejati dan semua orang harus mempercayainya. Mereka  segera tahu bahwa suku Indian tidak tertarik untuk mempelajari agama itu  ataupun untuk mengubah kepercayaan mereka. Banyak pemukim baru lalu  menyadari bahwa penduduk pribumi Amerika tidak dapat dipercaya karena  mereka bukan orang Kristen. Kelompok-kelompok pemukim baru mulai merasa  takut kepada orang Indian. Mereka berpendapat bahwa orang Indian sebagai  orang jahat karena mereka tidak beragama. Pemukim baru mengatakan  kepada orang Indian bahwa mereka harus mengubah keyakinan dan menjadi  orang Kristen. Orang Indian terheran-heran, tidak mengerti, mengapa  mereka harus mengubah sesuatu. Pemukim asal Eropa tidak bisa memahami  bahwa suku Indian pribumi sangat taat beragama dengan sangat mempercayai  kekuatan yang tidak terlihat. Penduduk Indian hidup sangat dekat dengan  alam. Mereka percaya bahwa semua benda di alam semesta ini bergantung  sama satu sama lain. Semua penduduk pribumi Indian mengakui kekuasaan  pencipta alam dalam kehidupan mereka sehari-hari. 
Peristiwa-peristiwa  lain juga menimbulkan masalah serius antara penduduk pribumi Amerika  dan pemukim baru pendatang dari Eropa. Satu masalah serius adalah  mengenai penyakit. Pemukim baru membawa penyakit dari Eropa dalam tubuh  mereka. Misalnya, penyakit cacar terkenal melanda Eropa. Sebagian orang  ada yang mengidap penyakit itu dan membawa bakteri yang menyebabkan  penyakit cacar, meskipun mereka tidak menderita penyakit itu. Penyakit  cacar tidak dikenal orang Indian. Daya tahan tubuh mereka tidak mampu  melawan penyakit cacar. Penyakit itu membunuh seluruh suku setempat, Dan  masalah penyakit cacar, baru merupakan satu soal saja dari penyakit  serupa itu. Masih banyak lagi penyakit lain. 
Pertemuan-pertemuan  pertama antara pemukim baru dan penduduk pribumi terjadi hampir sama  prosesnya seperti setiap kedatangan pemukim baru dari Eropa di daerah  pantai timur Amerika. Kedua kelompok bertemu mula-mula sebagai sahabat.  Mereka mulai dengan saling berdagang untuk memperoleh makanan dan  barang-barang lain. Namun pada suatu saat, terjadilah sesuatu peristiwa  dan berakibat timbulnya krisis. Mungkin pemukim baru akan menuntut agar  penduduk Indian meninggalkan tanah pemukim baru. Mungkin orang Indian  atau pemukim baru ada yang terbunuh. Rasa takut akann mengubah rasa  persahabatan. Pihak yang satu atau pihak yang lain akan menaganggapi apa  yang dipercayai pihak lain sebagai serangan. Contoh yang baik mengenai  hal itu adalah bentrokan dengan kekerasan yang disebut King Philip's War  atau Perang Raja Philip. Matacom adalah Pemimpin suku Wampanoag yang  hidup di daerah jajahan paling utara. Dia dikenal oleh orang Inggris  sebagai Raja Philip. Tanpa bantuan suku Wampanoag itu, pemukim pertama  Eropa di daerah itu mungkin tidak bisa hidup dalam musim dingin. Suku  Mampanoag memberi mereka makanan. Mereka mengajar pemukim itu cara  menanam jagung dan tanaman pangan lainnya. Kedua kelompok menjadi saling  bersahabat selama beberapa tahun. Namun, waktu berjalan, rasa khawatir  dan kurang pengertian meningkat. Saudara lelaki Matacom meninggal dunia  karena penyakit dari Eropa. Matacom menyalahkan pemukim baru pendatang.  Dia juga melihat bagaimana dampak meningkatnya jumlah pendatang mengubah  tanah mereka. Dia berpendapat bahwa pendatang baru merusak lahan tanah  mereka. 
Krisis  kecil yang terjadi sesudah krisis lain menyebabkan meninggalnya orang  Indian Kristen yang hidup bersama pemukim baru. Pendatang baru membalas  kematian itu dengan membunuh 3 Indian. Perang segera pecah, dalam tahun  1675 dan terus berlangsung sampai dua tahun. Perang berlangsung sangat  kejam. Pria, wanita, anak-anak di kedua pihak terbunuh. Para periset  berpendapat bahwa lebih dari 600 pemukim dibunuh. Mereka juga  mengatakan, sebanyak 3 ribu pribumi Indian tewas dalam kerusuhan itu.  Para ahli sejarah mengatakan, suku Indian yang disebut suku Narraganset  menjadi korban yang nyata akibat Perang Raja Philip. Suku Narraganset  tidak terlibat dalam perang. Mereka tidak memihak satu kelompok atau pun  kelompok lain. Namun, pemukim baru membunuh hampir seluruh suku Indian  Narraganset karena mereka takut terhadap semua orang Indian.  
 Diskriminasi terhadap bangsa Indian di benua Amerika
Kedatangan  bangsa kulit putih ke benua Amerika ternyata menimbulkan sebuah masalah  terhadap bangsa asli benua Amerika, Bangsa Indian. Perebutan tanah oleh  para pendatang menimbulkan peperangan kecil dengan bangsa indian di  berbagai pelosok benua Amerika. Pada tahun 1830 lahir Indian Removal  Act, peraturan yang memungkinkan pengusiran terhadap bangsa indian demi  kepentingan para pendatang yang didominasi oleh kulit putih. Akibatnya,  lebih dari 70.000 orang indian di usir dari tanahnya sehingga  mengakibatkan ribuan orang meninggal.
Pada  pertengahan abad ke-XIX, peperangan antara bangsa indian dengan tentara  kavaleri terus terjadi. Kaum pendatang terus berusaha mempersempit  lahan yang dimiliki oleh indian. Hal ini dikarenakan banyaknya penemuan  tambang-tambang emas di wilayah barat, terutama California. Keberpihakan  pemerintah kepada kaum kulit putih tergambar dari dikeluarkannya Dawes  Act pada tahun 1887. Peraturan tersebut mempersempit lahan yang dimiliki  oleh bangsa indian dengan cara menjatah tanah per kepala keluarga.
Perjuangan  untuk memperbaiki kehidupan bangsa indian memang sangat panjang. Bangsa  indian akhirnya mendaptkan status kewarga negaraan Amerika pada tahun  1934 dengan disahkannya Reorganization Act. Peraturan ini juga  menghentikan semua bentuk pengusiran terhadap bangsa indian. Walau  demikian, bangsa indian tetap diberi tempat yang diberi nama reservation  area yang berfungsi seperti ghetto (penampungan) bagi kaum Indian.
Sesuai  putusan Kongres AS, suku Indian yang tinggal di pemukiman ini mendapat  hak untuk mengatur wilayah mereka sendiri (sovereign nation), termasuk  urusan sekolah, pemerintahan lokal, polisi, bisnis kasino, dan hukum  adat. Tempat-tempat wisata juga menjadi urusan pemerintahan mereka,  seperti Black Mesa Golf Course dan Big Rock Casino. Di Amerika,  pemukiman terbesar suku Indian dengan otonomi penuh adalah Navajo Nation  yang terletak di wilayah yang disebut Four Corners Area, meliputi  wilayah New Mexico, Arizona, dan Utah. Walaupun suku Indian kehilangan  tanah mereka akibat kolonisasi oleh bangsa Spanyol, Meksiko, dan  bangsa-bangsa Eropa lainnya, tanah pemukiman mereka masih tetap terjaga  seperti di masa lalu.

0 comments:
Post a Comment